Untuk melindungi penerbangan sipil (awak pesawat udara dan penumpang) selama dalam penerbangan, sebagaimana tersebut pada ciri transportasi udara, seperangkat peraturan dibidang keamanan penerbangan telah disiapkan (Internasional & Nasional), yang salah satu diantara peraturan tersebut mengatur bagaimana penumpang pesawat udara sipil bisa membawa senjata api (pistol) beserta pelurunya dalam pesawat udara sipil dengan cara dititipkan secara resmi.
Untuk diketahui bahwa Direktur Jenderal Perhubungan Udara melalui peraturan Nomor : SKEP/100/VI/2003 tentang "Petunjuk Teknis Penanganan Penumpang Pesawat Udara Sipil Yang Membawa Senjata Api Beserta Peluru dan Tata Cara Pengamanan Pengawalan Tahanan Dalam Penerbangan" telah memberikan panduan/petunjuk teknis bagaimana penumpang pesawat udara sipil yang memiliki (secara resmi) senjata api ukuran tertentu beserta pelurunya bisa membawanya dalam penerbangan dengan mengikuti peraturan yang telah diundangkan.
Dalam peraturan tersebut diadakan pembatasan untuk jenis dan kaliber senjata karena peluru yang merupakan bagian tak terpisahkan dari operasional sebuah senjata dikategorikan sebagai "barang/bahan berbahaya/dangerous goods kelas I (explosive)" yang karena keberadaan dan sifatnya harus dilakukan pembatasan dalam pe-ngangkutan.
Secara konkrit telah diatur petunjuk teknis penanganan pe-ngangkutannya sebagai berikut :
- Penumpang dilarang membawa senjata api dan peluru ke kabin pesawat udara;
- Senjata api yang dimaksud adalah senjata genggam atau senjata pinggang dengan kaliber maksimum 9 (sembilan) mm;
- Penumpang wajib menitipkan senjata api dan peluru kepada pengangkut pada waktu check-in (melapor kepada petugas aviation security selanjutnya didampingi pada proses penyerahan di check-in counter);
- Sebelum diserahkan, peluru dikeluarkan dari pistol dan dilakukan sendiri oleh pemiliknya;
- Senjata api diperlakukan sebagai security item, dan peluru diperlakukan sebagai dangerous goods serta disimpan terpisah di security locker cargo compartement selama penerbangan;
- Batasan pistol dan peluru yang dapat diangkut : a. maksimum kaliber 9 mm (milimeter) ; b. Jumlah peluru maksimum per penumpang/pistol adalah 12 (dua belas) butir; c. Jumlah peluru maksimum per pesawat udara/penerbangan adalah 100 (seratus) butir;
- Pengangkut mengeluarkan tanda terima penyerahan senjata dan bertanggung jawab atas keamanan senjata beserta pelurunya;
- Senjata api dan pelurunya diserahkan kembali kepada pemiliknya di pintu keluar terminal kedatangan, bandar udara tujuan dengan penyelesaian administrasi penyerahan;
Penjelasan tersebut memiliki pengertian bahwa siapapun pe-numpang, dari manapun asal kesatuannya, apapun pangkat dan jabatannya ketika yang bersangkutan menggunakan transportasi udara dengan pesawat udara sipil, maka diberlakukan peraturan sebagaimana SKEP/100/VI/2003 tentang "Petunjuk Teknis Penanganan Penumpang Pesawat Udara Sipil Yang Membawa Senjata Api Beserta Peluru Dalam Dan Tata Cara Pengamanan Pengawalan Tahanan Dalam Penerbangan".
Selanjutnya kalimat "menyerahkan" pada proses penitipan memiliki pengertian bahwa senjata api tidak ditemukan oleh petugas security/operator mesin X-Ray di dalam tas atau bagasi, sebagai hasil tayangan monitor mesin X-Ray. Pada dasarnya semua peraturan yang berkaitan dengan keamanan penerbangan tersebut bersumber secara internasional dari ICAO (Annex 17, Annex 18 beserta dokumen-dokumennya) dan berlaku secara universal diseluruh negara yang tunduk dan taat pada peraturan tersebut serta bertujuan memberikan perlindungan kepada awak pesawat udara dan penumpang selama penerba-ngan, sehingga pengangkutan senjata api beserta pelurunya yang memiliki ukuran lebih besar dari ukuran tersebut tidak direkomendasikan, kecuali menggunakan penerbangan khusus (tidak melibatkan penumpang umum).
Sebagaimana peraturan perundangan lainnya di bidang penerbangan, maka semenjak peraturan tersebut diundangkan seluruh masyarakat pengguna jasa penerbangan sipil dapat dianggap sudah mengetahui, karena ketidak tahuan mereka akan peraturan yang telah diundangkan bukanlah pembenar.
Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa masih banyak pihak-pihak yang memiliki senjata api beserta peluru (militer maupun perorangan) belum memahami peraturan keamanan penerbangan sipil, sehingga masih sering dijumpai kesalahpahaman antara pemilik senjata api dengan petugas aviation security atau pengangkut.
Upaya terbaik dan effektif yang dapat dilakukan adalah dengan cara melaksanakan sosialisasi secara terus menerus kepada pihak-pihak terkait, dengan harapan tiap instansi yang karena lingkup dan sifat tugasnya harus membawa senjata api beserta peluru dalam pesawat udara sipil secara berjenjang memahami peraturan perundangan yang berlaku.
Selanjutnya para pejabat pada instansi terkait dengan kepemilikan senjata api memiliki tanggung jawab secara moral untuk menyampaikan/mensosialisasikan kepada seluruh anggota pasukan.
Apabila seluruh anggota pasukan dari institusi pemegang senjata api telah memahami peraturan keamanan dan keselamatan pe-nerbangan sipil, maka tidak akan terjadi benturan dilapangan antara pemilik/pemegang/pembawa senjata api dengan petugas aviation security maupun petugas check-in counter staf pada proses penyerahan senjata api untuk diangkut de-ngan pesawat udara sipil.
Kita semua pasti ingin mendapat jaminan keamanan pada saat menjadi penumpang pesawat udara sipil, walaupun pada kompartemen pesawat udara tersebut terdapat titipan senjata api beserta pelurunya, dan jaminan rasa aman tersebut akan terwujud manakala semua pihak telah memahami, menghormati serta memberikan dukungan penuh terhadap pelaksanaannya dengan mengambil peran secara aktif.(*)
Sumber : http://tabloidaviasi.co
0 komentar:
Posting Komentar