Tiga bandara Internasional di Indonesia mengalami peningkatan penumpang yang cukup luar biasa. Namun sayang, kapasitas dan fasilitas di ketiga bandara tersibuk di Indonesia itu dalam kondisi yang mencemaskan.
Penilaian itu disampaikan oleh Ketua The Center for Indonesia Development Review (CIDEV) Muhammad Rifai Darus dalam rilis kepada detikcom, Sabtu (11/5/2011). CIDEV merupakan lembaga independen di bidang pengkajian strategis atas masalah-masalah pembangunan nasional.
Rifai mengatakan, ketiga bandara itu adalah Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Djuanda, dan Bandara Ngurah Rai. Peningkatan jumlah penumpang di ketiga bandara ternyata tidak diimbangi dengan penambahan kapasitas dan fasilitas yang memadai.
"Peningkatannya mencapai 20-45 persen di tiga bandara tersebut," kata Rifai. Data CIDEV menyebutkan, Bandara Soekarno-Hatta terdapat 23 juta penumpang di tahun 2010 kini
membengkak mencapai 43 juta penumpang.
Sementara jumlah penumpang di Bandara Djuanda meningkat 4 juta penumpang, dari 12 juta penumpang tahun 2010 menjadi 16 juta penumpang pada tahun 2011. Sedangkan jumlah penumpang di Bandara Ngurah Rai saat ini ada di kisaran 11 juta penumpang yang di tahun lalu hanya 8 juta penumpang.
"Fakta tersebut menandakan situasi ekonomi Indonesia tumbuh dengan pesat. Namun, di sisi lain situasi itu dapat mempengaruhi citra Indonesia di mata internasional. Mengingat fasilitas bandara merupakan salah satu tolak ukur status perkembangan dan pembangunan sebuah negara," kata Rifai.
Menurut Rifai, selain kapasitas, persoalan infrastrukut bandara juga menjadi hal yang tidak boleh dilupakan. Bandara sekelas internasional semestinya memiliki infrastruktur yang mampu mengatasi persoalan non teknis seperti banjir.
"Misalnya masalah banjir, atau genangan air di lokasi bandara. Efeknya tidak hanya penerbangan domestik yang terganggu. Penerbangan internasional dari dan menuju Indonesia turut merasakan imbasnya," kata Rifai.
Pengamatan CIDEV menunjukkan, banjir yang melanda Jakarta dua tahun lalu, telah mengganggu operasional Bandara Soekarno-Hatta selama dua hari, yaitu 1-3 Februari 2008. Selain kerugian materil yang ditaksir mencapai Rp 3,1 miliar, sedikitnya 669 penerbangan mengalami gangguan. Mulai dari keterlambatan (delay) sampai pembatalan jadwal penerbangan baik keberangkatan maupun kedatangan.
"Hal tersebut menjadi ironi justru di saat pemerintah Indonesia tengah mencanangkan tahun wisata 'Visit Indonesia Year' pada awal 2008. Akibatnya, penumpukan penumpang tidak hanya terjadi di bandara Cengkareng, tetapi juga di sejumlah bandar udara internasional seperti Changi Airport Singapura, Kuala Lumpur International Airport, bandar udara Suvarnabhumi di Bangkok Thailand serta beberapa bandara internasional lainnya," kata Rifai.
Menurut Rifai, persoalan itu sebenarnya bukan hanya pekerjaan rumah PT Angkasa Pura semata. Kasus banjir yang mengganggu bandara ini terkait dengan sistem tata kota dan ekologi perkotaan. Diperlukan upaya gabungan dan koordinasi pihak-pihak terkait.
Menurut Rifai, bandara sebagai salah satu infrastruktur penting bagi pertumbuhan ekonomi, mendesak untuk segera ditangani melalui kebijakan strategis. Selain dituntut inovasi dan kreatifitas dari PT Angkasa Pura sebagai operator bandara, dalam implementasinya perusahaan ini membutuhkan payung kebijakan strategis Pemerintah. Misalnya dalam hal percepatan pembangunan dan investasi.
"Dengan langkah tersebut, diharapkan masalah penumpukan penumpang itu, bisa segera dijawab dengan action plan pengembangan secara strategis dan taktis," ujar Rifai.
(Detik.com)
0 komentar:
Posting Komentar